Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diduga Korupsi Rp 452 Juta, Kepala Desa Tanjung Garbus II Ditahan Kejari Deli Serdang

Detikwarta.com, Deli Serdang - Kasus dugaan korupsi kembali mencoreng pengelolaan dana desa di Indonesia. Kali ini, Kepala Desa Tanjung Garbus II, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Arisandi (39), resmi ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang pada Kamis, 13 Maret 2025.

Ia diduga menilep dana desa sebesar Rp 452.393.889 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2024. Penahanan dilakukan selama 20 hari, hingga 1 April 2025, di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam.

Kepala Kejari Deli Serdang, Mochamad Jeffry, S.H., M.Hum., dalam siaran pers yang digelar sore tadi, mengungkapkan bahwa penahanan ini merupakan langkah lanjutan setelah proses penyidikan yang panjang.

Kami telah mengantongi bukti kuat terkait penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan APBDes. Kerugian negara mencapai Rp 452 juta lebih, dan tersangka kini ditahan untuk kepentingan penyidikan, ujar Jeffry, didampingi Kepala Seksi Intelijen Kejari Deli Serdang, Boy Amali, M.H.

Kasus ini pertama kali mencuat setelah adanya laporan dari sejumlah warga Tanjung Garbus II yang mencurigai adanya penyimpangan dalam penggunaan dana desa.

Berdasarkan investigasi awal tim detikwarta.com, keluhan warga muncul sejak pertengahan 2024, ketika sejumlah proyek infrastruktur desa, seperti pembangunan jalan dan saluran irigasi, tak kunjung rampung meski anggaran telah dikucurkan.

Salah seorang warga, yang enggan disebutkan namanya, mengaku curiga setelah melihat laporan pertanggungjawaban keuangan desa yang janggal. "Kami lihat di laporan, anggaran untuk jalan desa Rp 200 juta, tapi yang dibangun cuma beberapa meter. Mana mungkin biayanya segitu?" ungkapnya saat ditemui tim detikwarta.com di lokasi, Rabu (12/3/2025).

Laporan warga ini kemudian sampai ke tangan Kejari Deli Serdang, yang langsung membentuk tim untuk mengusut dugaan korupsi tersebut. Hasil audit internal yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumatera Utara, sebagaimana dikutip dari sumber terpercaya detikwarta.com, mengungkap adanya manipulasi laporan keuangan dan mark-up anggaran dalam beberapa pos belanja desa.

Menurut Kejari Deli Serdang, Arisandi diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman dalam pasal ini cukup berat: pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Bukti yang kami miliki meliputi dokumen APBDes, bukti transfer, dan laporan fiktif yang diduga sengaja dibuat untuk menutupi penyimpangan, jelas Boy Amali dalam wawancara eksklusif dengan detikwarta.com, Kamis malam (13/3/2025). Ia menambahkan bahwa pihaknya juga tengah memeriksa beberapa saksi, termasuk perangkat desa yang diduga turut terlibat.

Kepala Desa Tanjung Garbus II Ditahan Kejari Deli Serdang

Surat perintah penahanan Arisandi bernomor PRINT-01/L.2.14.4/Fd.1/03/2025 menjadi dasar resmi penahanan tersangka. Proses ini, kata Boy, akan terus dikembangkan untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Tim investigasi detikwarta.com melakukan penelusuran mendalam di Tanjung Garbus II untuk menggali fakta di balik kasus ini.

Berdasarkan pantauan di lapangan, desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani kelapa sawit ini memang memiliki potensi ekonomi lokal yang cukup besar. Namun, ironisnya, pembangunan infrastruktur tampak stagnan.

Salah satu temuan menarik adalah proyek pembangunan balai desa yang diklaim menelan biaya Rp 150 juta. Dalam dokumen APBDes yang berhasil diperoleh tim kami, proyek tersebut dilaporkan selesai pada Agustus 2024. Namun, saat tim detikwarta.com mengunjungi lokasi pada Selasa (11/3/2025), bangunan tersebut masih dalam tahap pondasi, dengan tumpukan material yang tampak tak tersentuh selama berbulan-bulan.

Kami warga biasa saja tahu ini aneh. Katanya sudah selesai, tapi kok begini kondisinya? Uangnya ke mana? ujar Sumarno (45), Ketua RT setempat, dalam wawancara dengan detikwarta.com. Ia mengaku sempat mempertanyakan hal ini kepada Arisandi, namun hanya mendapat jawaban normatif bahwa "anggaran sedang diatur ulang."

Selain itu, tim kami juga menemukan indikasi mark-up dalam pengadaan alat tulis kantor (ATK) desa. Dalam laporan keuangan, anggaran ATK mencapai Rp 50 juta untuk setahun, jumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan kebutuhan riil sebuah kantor desa.

Ini jelas tidak masuk akal. ATK sebanyak itu untuk apa? Beli printer emas? sindir seorang pegawai kecamatan yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Penahanan Arisandi memicu beragam reaksi di kalangan warga Tanjung Garbus II. Sebagian warga menyambut baik langkah Kejari Deli Serdang, melihatnya sebagai bentuk penegakan hukum yang tegas. Namun, ada pula yang menyayangkan karena Arisandi dikenal sebagai sosok yang ramah dan kerap membantu warga sebelum kasus ini terkuak.

Saya kaget dia ditahan. Biasanya dia baik, suka bantu warga yang susah. Tapi kalau memang salah, ya harus dihukum, kata Rina (34), ibu rumah tangga yang tinggal tak jauh dari kantor desa, kepada detikwarta.com.

Sementara itu, Sekretaris Desa Tanjung Garbus II, yang juga diperiksa sebagai saksi, mengaku tidak tahu-menahu soal dugaan korupsi tersebut. "Saya cuma ikut tanda tangan dokumen yang dikasih Pak Kades. Kalau ada salah, saya nggak ngerti," kilahnya saat ditemui tim kami di kantor desa, Rabu (12/3/2025).

Kasus Arisandi bukanlah yang pertama, dan tampaknya juga bukan yang terakhir, dalam deretan skandal korupsi dana desa di Indonesia. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2022 menyebut sektor desa sebagai salah satu area paling rawan korupsi, dengan ratusan kasus yang melibatkan kepala desa dan perangkatnya.

Program dana desa, yang digulirkan sejak 2015 untuk mendorong pembangunan pedesaan, justru kerap menjadi ladang subur bagi oknum tak bertanggung jawab.

Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara, Dr. (HC) H. Redyanto Sidi, S.H., M.H., menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan di tingkat desa.

Dana desa itu besar, tapi sistem kontrolnya lelet. Kalau tidak ada audit rutin dan sanksi tegas, kasus seperti ini akan terus berulang, ujarnya dalam wawancara telepon dengan detikwarta.com, Kamis (13/3/2025).

Redyanto juga menyoroti minimnya literasi keuangan di kalangan perangkat desa. "Banyak kepala desa yang tidak paham aturan, tapi diberi wewenang besar. Ini celah yang dimanfaatkan untuk korupsi," tambahnya.

Kejari Deli Serdang menyatakan bahwa proses penyidikan masih berlangsung.

Selain Arisandi, beberapa nama lain disebut-sebut bakal diperiksa, termasuk kontraktor yang mengerjakan proyek desa dan perangkat desa lainnya. "Kami tidak akan berhenti di sini. Siapa pun yang terlibat akan kami usut tuntas," tegas Boy Amali.

Bagi warga Tanjung Garbus II, penahanan Arisandi menjadi titik awal harapan agar dana desa benar-benar digunakan untuk kesejahteraan mereka. "Kami cuma minta pembangunan yang nyata. Jalan bagus, irigasi lancar, itu saja. Kalau duitnya dikorupsi, kami yang rugi," keluh Sumarno.

Kasus dugaan korupsi Rp 452 juta oleh Kepala Desa Tanjung Garbus II kembali mengingatkan bahwa pengelolaan dana desa masih jauh dari ideal.

Di balik ambisi pemerintah untuk memajukan desa, bayang-bayang korupsi terus mengintai. Kejari Deli Serdang kini punya tugas berat untuk mengungkap kasus ini hingga ke akar-akarnya, sementara warga menanti keadilan yang tak hanya berhenti pada penahanan, tetapi juga pemulihan hak mereka atas pembangunan yang telah lama tertunda.


Tim detikwarta.com akan terus memantau perkembangan kasus ini dan menyajikan fakta terbaru secara aktual, akurat, tajam, dan terpercaya. Pantau laman kami untuk informasi lebih lanjut.