Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Diduga Terlibat Korupsi Bank BJB, Rumah Ridwan Kamil Digeledah KPK

Bandung, detikwarta.com – Pada Senin pagi, 10 Maret 2025, warga Bandung dikejutkan oleh kedatangan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kawasan Ciumbuleuit, sebuah daerah elit di utara kota. Sasaran mereka adalah rumah pribadi Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat yang dikenal luas dengan nama "Kang Emil". Penggeledahan ini bukan sekadar operasi rutin, melainkan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi besar-besaran di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 200 miliar.

Kasus ini, yang berpusat pada penggelembungan anggaran dana iklan selama periode 2021-2023, kini menjadi sorotan nasional, menyeret nama salah satu tokoh politik paling populer di Indonesia.

Kronologi Penggeledahan

Penggeledahan dimulai sekitar pukul 07:49 WIB, sebagaimana dilaporkan oleh berbagai sumber media lokal. Tim KPK, yang datang dengan surat tugas resmi, langsung melakukan penyisiran di kediaman Ridwan Kamil. Proses ini berlangsung hingga sore hari, setidaknya hingga pukul 15:57 WIB, menunjukkan tingkat ketelitian penyidik dalam mencari barang bukti. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya kepada wartawan, menyatakan bahwa penggeledahan ini merupakan bagian dari rangkaian penyidikan yang telah berjalan sejak akhir Februari 2025.

"Rumah di Bandung ini adalah salah satu lokasi yang kami geledah hari ini untuk mengumpulkan alat bukti. Kami akan memberikan rincian lebih lanjut setelah proses selesai," ujar Tessa, menegaskan bahwa pengumuman resmi akan dirilis pada Kamis atau Jumat, 13-14 Maret 2025. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, juga membenarkan operasi tersebut, meski enggan membeberkan detail sebelum waktunya.

Ridwan Kamil sendiri langsung merespons melalui keterangan tertulis pada hari yang sama. "Saya membenarkan bahwa tadi pagi ada tim KPK yang datang ke rumah saya dengan surat tugas resmi. Sebagai warga negara yang baik, kami sangat kooperatif dan mendukung penuh proses ini secara profesional," tulisnya. Ia menolak memberikan keterangan lebih lanjut, menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk menjelaskan duduk perkara.

Latar Belakang Kasus

Kasus yang menjadi pemicu penggeledahan ini berakar pada dugaan penyimpangan anggaran dana iklan di Bank BJB, bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten. Menurut informasi awal, penggelembungan dana ini terjadi antara tahun 2021 hingga 2023, periode yang bertepatan dengan masa jabatan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat (2018-2023). Nilai kerugian yang dilaporkan mencapai lebih dari Rp 200 miliar, angka yang jauh lebih besar dibandingkan temuan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan Rp 28 miliar pada audit sebelumnya.

image by wartadetik.com

KPK memulai langkah konkret dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 27 Februari 2025. Dalam perkembangannya, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, meliputi penyelenggara negara dan pihak swasta. Namun, hingga penggeledahan ini, identitas mereka masih dirahasiakan. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menjelaskan bahwa penggeledahan tanpa pemeriksaan sebelumnya terhadap Ridwan Kamil adalah bagian dari strategi penyidikan untuk mengamankan bukti material. "Ini adalah teknis penyidikan. Kami bekerja berdasarkan fakta dan alat bukti," tegasnya.

Bank BJB sendiri bukan nama asing dalam kasus korupsi. Pada 2016, bank ini terseret dalam skandal penyalahgunaan fasilitas kredit senilai Rp 6,1 miliar, yang melibatkan pegawai bank dan pihak swasta. Namun, kasus kali ini memiliki skala dan fokus yang berbeda, menyoroti pengelolaan dana iklan yang diduga dimanipulasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Profil Ridwan Kamil

Untuk memahami mengapa kasus ini begitu menarik perhatian publik, kita perlu melihat sosok Ridwan Kamil. Lahir di Bandung pada 4 Oktober 1971, ia awalnya dikenal sebagai arsitek berprestasi sebelum terjun ke dunia politik. Kariernya melonjak saat menjadi Wali Kota Bandung (2013-2018), di mana ia memperkenalkan berbagai inovasi urban, seperti revitalisasi taman kota dan pengelolaan sampah berbasis teknologi. Kesuksesannya di Bandung membawanya ke kursi Gubernur Jawa Barat pada 2018, menjabat hingga 2023.

Selama masa jabatannya sebagai gubernur, Ridwan Kamil kerap dipuji karena pendekatan kepemimpinannya yang komunikatif dan dekat dengan rakyat. Namun, ia juga menghadapi kritik, termasuk terkait pengelolaan anggaran daerah dan proyek-proyek besar yang dianggap kurang transparan oleh sebagian pihak. Setelah lengser dari jabatannya, ia sempat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024, meski akhirnya kalah dalam kontestasi tersebut.

Keterlibatannya dalam kasus Bank BJB, meski belum jelas statusnya sebagai tersangka atau saksi, menjadi pukulan berat bagi citra politiknya yang selama ini dikenal bersih dan progresif. Publik kini bertanya: apakah ini sekadar kebetulan waktu, atau ada peran aktif yang belum terungkap?

Apa yang Terjadi di Bank BJB?

Kasus penggelembungan dana iklan di Bank BJB bukanlah fenomena baru dalam dunia perbankan daerah di Indonesia. Bank-bank pembangunan daerah (BPD) seperti Bank BJB sering kali menjadi "lahan basah" bagi oknum pejabat dan pihak swasta karena struktur pengawasannya yang cenderung lemah dibandingkan bank nasional. Dalam kasus ini, dugaan mark-up dana iklan menunjukkan adanya pola sistematis: anggaran dialokasikan dalam jumlah besar, namun pelaksanaan riilnya jauh lebih kecil, dengan selisihnya diduga mengalir ke kantong pribadi.

Angka Rp 200 miliar bukan jumlah kecil. Untuk konteks, anggaran iklan sebuah bank daerah biasanya berkisar puluhan miliar per tahun, tergantung pada skala promosi dan ekspansi pasar. Jika benar terjadi selama tiga tahun (2021-2023), maka rata-rata mark-up per tahun mencapai sekitar Rp 66 miliar—jumlah yang sangat signifikan dan sulit luput dari pengawasan jika tata kelola bank berjalan baik.

Sebagai gubernur, Ridwan Kamil memiliki pengaruh tidak langsung terhadap Bank BJB melalui kepemilikan saham mayoritas Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia tidak terlibat dalam operasional harian bank, tetapi pengangkatan direksi dan pengawasan strategis berada di bawah koordinasi pemerintah provinsi. Ini membuka spekulasi: apakah ada kelalaian pengawasan, atau bahkan arahan tertentu yang memungkinkan penyimpangan ini terjadi?

Historis Kasus Korupsi di Jawa Barat

Jawa Barat bukan wilayah yang asing dengan kasus korupsi. Sebelumnya, pada 2018, KPK menangkap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dalam kasus suap proyek Meikarta. Pada 2020, kasus korupsi bansos di Kabupaten Bandung Barat juga mencuat, menyeret pejabat lokal. Kasus Bank BJB kini menambah daftar panjang, menunjukkan tantangan berat dalam tata kelola keuangan daerah di provinsi terpadat di Indonesia ini.

Perbandingan dengan kasus sebelumnya di Bank BJB (2016) menunjukkan pola berulang: lemahnya kontrol internal dan pengawasan eksternal. Bedanya, kasus kali ini melibatkan dana yang jauh lebih besar dan terjadi di bawah kepemimpinan gubernur yang dikenal reformis. Ini memunculkan pertanyaan kritis: apakah sistem yang gagal, atau ada faktor kepemimpinan yang turut berperan?

Implikasi Politik dan Sosial

Penggeledahan rumah Ridwan Kamil memiliki dampak jauh melampaui ranah hukum. Secara politik, kasus ini bisa melemahkan posisinya sebagai figur nasional, terutama jika terbukti ada keterlibatan langsung. Meski ia telah menyelesaikan masa jabatan sebagai gubernur, bayang-bayang kasus ini dapat menghambat ambisi politiknya ke depan, termasuk potensi pencalonan di pemilu mendatang.

Bagi masyarakat Jawa Barat, kasus ini menambah rasa skeptisisme terhadap elite politik. Ridwan Kamil, yang selama ini dianggap sebagai "anak emas" politik modern, kini berada di ujung tanduk reputasinya. Jika KPK membuktikan keterlibatannya, kepercayaan publik terhadap figur reformis bisa semakin terkikis. Sebaliknya, jika ia terbukti bersih, ini bisa menjadi pembuktian integritas yang justru memperkuat posisinya.

Dari sisi hukum, KPK tampaknya sedang membangun kasus yang kuat. Penggeledahan rumah Ridwan Kamil tanpa pemeriksaan sebelumnya menunjukkan adanya dugaan bukti fisik—dokumen, catatan keuangan, atau aset—yang relevan dengan penyidikan. Penetapan lima tersangka juga mengindikasikan bahwa jaringan korupsi ini melibatkan lebih dari satu pelaku, dengan kemungkinan skema yang terorganisasi.

Namun, pendekatan KPK ini juga menuai kritik. Beberapa pengamat hukum menilai bahwa penggeledahan terhadap figur publik sekaliber Ridwan Kamil seharusnya didahului dengan panggilan resmi untuk menghindari kesan "kriminalisasi". Di sisi lain, pendukung KPK berargumen bahwa langkah tegas ini menunjukkan komitmen lembaga tersebut untuk tidak pandang bulu, bahkan terhadap tokoh populer.

Hingga artikel ini ditulis, status Ridwan Kamil dalam kasus ini masih abu-abu. Ada tiga skenario yang mungkin terjadi:

  1. Ridwan Kamil sebagai Saksi: Ia hanya dimintai keterangan terkait kebijakan selama masa jabatannya, tanpa keterlibatan langsung dalam korupsi.
  2. Ridwan Kamil sebagai Tersangka: Bukti yang ditemukan KPK mengarah pada peran aktif atau kelalaian yang signifikan, menjadikannya salah satu dari lima tersangka.
  3. Kasus Berlarut Tanpa Kejelasan: Seperti beberapa kasus KPK sebelumnya, penyidikan bisa mandek akibat kurangnya bukti kuat atau tekanan politik.

Rilis resmi KPK pada 13-14 Maret 2025 akan menjadi titik balik. Jika Ridwan Kamil masuk daftar tersangka, proses hukumnya bisa berlangsung panjang, melibatkan sidang dan pemeriksaan intensif. Jika tidak, fokus akan beralih ke tersangka lain, kemungkinan direksi Bank BJB atau pihak swasta yang menjadi otak di balik skema ini.

Penggeledahan rumah Ridwan Kamil oleh KPK pada 10 Maret 2025 bukan sekadar berita harian, melainkan cerminan dari tantangan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kasus Bank BJB menyoroti celah dalam pengelolaan keuangan daerah, sementara keterlibatan nama besar seperti Ridwan Kamil menguji sejauh mana hukum bisa ditegakkan tanpa tekanan politik.

Bagi Ridwan Kamil, ini adalah ujian integritas terbesar dalam kariernya. Bagi KPK, ini adalah kesempatan untuk membuktikan kredibilitasnya sebagai lembaga anti-korupsi. Dan bagi masyarakat, ini adalah pengingat bahwa di balik citra gemerlap seorang pemimpin, selalu ada risiko tersembunyi yang menanti untuk diungkap.


Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan pembaruan seiring rilis resmi KPK dalam beberapa hari ke depan. Tetap ikuti detikwarta.com untuk informasi terkini.