Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Koperasi Unit Desa dan Perbandingannya dengan Koperasi Desa Merah Putih

detikwarta.com – Koperasi di Indonesia telah lama menjadi tulang punggung ekonomi rakyat, khususnya di pedesaan. Dari Koperasi Unit Desa (KUD) yang lahir di era Orde Baru hingga Koperasi Desa Merah Putih yang baru diumumkan pada Maret 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto, perjalanan koperasi mencerminkan ambisi besar untuk memberdayakan desa sekaligus tantangan berat dalam tata kelola dan keberlanjutan.

Artikel ini mengulas sejarah KUD, membandingkannya dengan visi Koperasi Desa Merah Putih, menyoroti hasil investigasi tim detikwarta.com terkait penyelewengan dana KUD, serta menawarkan pelajaran penting agar inisiatif baru ini tidak mengulang kegagalan masa lalu.

Akar Sejarah Koperasi Unit Desa

Koperasi Unit Desa (KUD) memiliki akar yang kuat dalam sejarah ekonomi pedesaan Indonesia. Konsepnya pertama kali muncul pada 1963 melalui program Koperta, yang bertujuan mendukung petani dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, khususnya beras.

Menurut laman resmi Induk KUD, pada 1966-1967, Koperta berkembang menjadi Badan Usaha Unit Desa (BUUD), yang berfungsi sebagai penyedia kredit, sarana produksi seperti pupuk, dan pemasaran hasil panen petani. BUUD juga bertugas membeli gabah, menggilingnya, dan menyalurkannya ke Dolog (sekarang Bulog).

Pada akhir 1970-an, BUUD mulai digantikan oleh KUD sebagai bentuk koperasi yang lebih terstruktur. Induk KUD resmi berdiri pada 12 November 1979 di kantor Menteri Muda Koperasi, Jl. M.T. Haryono, Jakarta, dengan kantor pertama di Gedung Sarinah, Jakarta.

Pengakuan hukumnya diperoleh pada 12 Juli 1980, bertepatan dengan Hari Koperasi ke-33. KUD dirancang sebagai koperasi serba usaha, meliputi simpan pinjam, konsumsi, produksi, pemasaran, dan jasa, dengan fokus utama mendukung petani dan usaha keluarga di desa.

Di masa jayanya pada 1980-an hingga awal 1990-an, KUD menjadi pilar ekonomi pedesaan. Namun, pasca-Reformasi 1998, banyak KUD mengalami kemunduran drastis.

Ekonom Achmad Nur Hidayat dalam analisisnya di Strategi News (12 Maret 2025) menyebutkan bahwa KUD gagal karena tata kelola yang lemah, korupsi, kolusi, dan ketergantungan berlebihan pada subsidi pemerintah.

Ketika dukungan negara berkurang, KUD tidak mampu bertahan sebagai entitas bisnis mandiri, hingga akhirnya banyak yang “mati suri”.

Penyelewengan Dana KUD yang Terungkap

Tim investigasi detikwarta.com melakukan penelusuran mendalam terhadap beberapa kasus penyelewengan dana KUD di berbagai daerah pada dekade terakhir, mengungkap pola penyimpangan yang menjadi cermin buram kelemahan tata kelola koperasi ini. Berikut adalah beberapa temuan kunci:

1. Kasus KUD Bhumikarta, Gunungkidul (2015-2017)

Investigasi di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, mengungkap bahwa KUD Bhumikarta, yang pernah jaya pada 1980-an, terlibat dalam penyalahgunaan dana simpan pinjam senilai Rp450 juta pada 2015-2017.

image Sejarah Koperasi Unit Desa dan Perbandingannya dengan Koperasi Desa Merah Putih

Berdasarkan wawancara dengan mantan karyawan, Anggoro, dana tersebut seharusnya disalurkan sebagai pinjaman produktif kepada petani untuk pembelian pupuk dan benih. Namun, tim detikwarta.com menemukan bahwa sebagian besar dana dialihkan oleh pengurus untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset tanah atas nama individu, bukan koperasi. Laporan keuangan yang diajukan ke Dinas Koperasi setempat ternyata dipalsukan, dengan mark-up nilai transaksi untuk menutupi jejak.

2. Penyalahgunaan Subsidi Pupuk di KUD Antep, Pemalang (2018)

Di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, tim detikwarta.com menelusuri dugaan penyelewengan dana subsidi pupuk oleh KUD Antep pada 2018. KUD ini menerima alokasi dana bergulir dari APBD senilai Rp300 juta untuk distribusi pupuk bersubsidi kepada petani. Namun, investigasi kami menemukan bahwa hanya 40% pupuk yang sampai ke tangan petani, sisanya dijual kembali ke pasar gelap dengan harga lebih tinggi oleh oknum pengurus. Warga setempat, seperti petani bernama Sukardi, mengaku sering kehabisan jatah pupuk meski telah membayar lunas melalui koperasi. Catatan transaksi yang diperiksa tim menunjukkan adanya double counting untuk menyamarkan keuntungan ilegal.

3. Penyimpangan Dana Hibah di KUD Tunas Muda, Siak (2019-2020)

Investigasi di Kabupaten Siak, Riau, menguak penyalahgunaan dana hibah pemerintah sebesar Rp600 juta yang diterima KUD Tunas Muda pada 2019-2020. Dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan gudang penyimpanan hasil panen. Namun, tim detikwarta.com menemukan bahwa proyek tersebut hanya selesai 30%, dengan kualitas bangunan jauh di bawah standar—dinding retak dan atap bocor—meski laporan pertanggungjawaban (SPJ) menyatakan 100% rampung. Wawancara dengan anggota koperasi mengungkap bahwa sebagian dana diduga digunakan untuk “fee proyek” kepada pejabat desa yang memuluskan pencairan hibah.

Temuan ini menegaskan bahwa penyelewengan dana KUD sering kali melibatkan kolusi antara pengurus internal dan pihak eksternal, seperti pejabat lokal, serta minimnya pengawasan dari anggota koperasi maupun pemerintah. Data kami menunjukkan kerugian negara dari ketiga kasus ini saja mencapai lebih dari Rp1,3 miliar, belum termasuk dampak sosial seperti hilangnya kepercayaan petani terhadap koperasi.

Koperasi Desa Merah Putih Visi Baru Prabowo untuk 70.000 Desa

Pada 3 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta. Dilansir Tempo.co (9 Maret 2025), koperasi ini dijadwalkan diluncurkan pada 12 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional, dengan target membangun 70.000-80.000 unit di seluruh desa Indonesia.

Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi Kabinet Merah Putih untuk memperkuat ekonomi desa, mengentaskan kemiskinan, dan mendukung program prioritas seperti makan bergizi gratis (MBG).

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, dalam keterangan pers pada 3 Maret 2025, menjelaskan bahwa Koperasi Desa Merah Putih akan berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi desa.

Fungsinya meliputi penyimpanan hasil pertanian (gudang dan cold storage), distribusi sembako, simpan pinjam, hingga klinik desa. Menurut CNN Indonesia (12 Maret 2025), pemerintah memperkirakan setiap unit koperasi membutuhkan dana Rp3-5 miliar, yang bersumber dari dana desa dan pinjaman Himpunan Bank Negara (Himbara) dengan bunga rendah.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa koperasi ini tidak akan menggantikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), melainkan menjadi pelengkap untuk memperkuat ekonomi lokal (ANTARA News, 11 Maret 2025).

Ia juga membuka peluang bagi koperasi untuk mengelola sumber daya lokal, seperti tambang, jika ada potensi di wilayah tersebut (Suara Surabaya, 11 Maret 2025).

Perbandingan KUD dan Koperasi Desa Merah Putih

Meski memiliki tujuan serupa, yaitu memberdayakan ekonomi desa, KUD dan Koperasi Desa Merah Putih berbeda dalam pendekatan, skala, dan konteks zaman. Berikut analisis perbandingannya:

  1. Latar Belakang dan Waktu
    1. KUD: Lahir di era Orde Baru (1960-an) sebagai respons terhadap kebutuhan pangan nasional, dengan pendekatan top-down dari pemerintah.
    2. Koperasi Desa Merah Putih: Diinisiasi pada 2025 di era pemerintahan Prabowo, fokus pada pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, juga dengan pendekatan top-down namun dengan janji modernisasi.
  2. Fokus dan Lingkup
    1. KUD: Berorientasi pada sektor pertanian, seperti penyediaan pupuk, kredit petani, dan pemasaran hasil panen.
    2. Koperasi Desa Merah Putih: Lebih luas, mencakup pertanian, distribusi sembako, simpan pinjam, kesehatan (klinik desa), hingga potensi pengelolaan tambang dan digitalisasi (detikNews, 11 Maret 2025).
  3. Skala dan Ambisi
    1. KUD: Tidak semua desa memiliki KUD aktif, dan jumlahnya tidak mencapai puluhan ribu seperti yang direncanakan untuk Koperasi Desa Merah Putih.
    2. Koperasi Desa Merah Putih: Target 70.000-80.000 unit menunjukkan ambisi besar, dengan estimasi dana Rp350 triliun (Tempo.co, 11 Maret 2025).
  4. Pendanaan
    1. KUD: Dulunya bergantung pada subsidi pemerintah, yang berkurang drastis pasca-Reformasi.
    2. Koperasi Desa Merah Putih: Menggunakan dana desa (Rp1 miliar per tahun per desa) dan pinjaman Himbara, dengan risiko utang jika tidak dikelola baik (Kontan, 11 Maret 2025).
  5. Tantangan dan Risiko
    1. KUD: Gagal akibat korupsi, kolusi, dan kurangnya otonomi lokal, sebagaimana terungkap dalam investigasi detikwarta.com.
    2. Koperasi Desa Merah Putih: Berpotensi mengulang kegagalan KUD jika tata kelola lemah. Ada juga risiko dualisme dengan BUMDes dan beban finansial bagi bank BUMN.

Pelajaran dari KUD untuk Koperasi Desa Merah Putih

Sejarah KUD, termasuk temuan investigasi detikwarta.com, memberikan pelajaran berharga agar Koperasi Desa Merah Putih tidak jatuh ke lubang yang sama. Berikut beberapa poin kritis:

  1. Tata Kelola yang Kuat

    KUD kolaps karena transparansi keuangan buruk dan korupsi merajalela, seperti terlihat pada kasus KUD Bhumikarta dan KUD Antep. Eliza Mardian dari CORE Indonesia (Tempo.co, 12 Maret 2025) menekankan bahwa Koperasi Desa Merah Putih harus dikelola secara profesional dengan sistem akuntansi modern untuk mencegah penyimpangan.

  2. Kemandirian Finansial

    Ketergantungan KUD pada “handout” pemerintah menjadi titik lemahnya, sebagaimana terbukti dalam kasus KUD Tunas Muda. Achmad Nur Hidayat (Strategi News, 12 Maret 2025) memperingatkan bahwa Koperasi Desa Merah Putih harus dibangun sebagai unit bisnis mandiri, bukan sekadar proyek bantuan yang bergantung pada dana desa atau pinjaman.

  3. Otonomi Lokal

    KUD sering dikendalikan oleh elit lokal, bukan anggota koperasi, seperti yang ditemukan tim detikwarta.com. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (ANTARA News, 11 Maret 2025) mengakui adanya miskomunikasi dengan kepala desa terkait Koperasi Desa Merah Putih, dan menegaskan perlunya sosialisasi agar desa memiliki otonomi dalam pengelolaannya.

  4. Kapasitas SDM

    KUD gagal karena kurangnya pelatihan bagi pengurus. Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono (Tempo.co, 6 Maret 2025) berjanji memberikan pelatihan modern kepada pengurus Koperasi Desa Merah Putih, mencakup bisnis, akuntansi, dan teknologi, untuk menghindari pola lama seperti di KUD.

Tantangan dan Potensi Koperasi Desa Merah Putih

Koperasi Desa Merah Putih menghadapi tantangan besar sekaligus membawa potensi revolusioner. detikNews (13 Maret 2025) melaporkan bahwa Menteri Koperasi Budi Arie telah memetakan tahapan pengembangan, mulai dari uji coba di 10 desa hingga peluncuran massal pada Juli 2025. Namun, beberapa isu krusial perlu diperhatikan:

  1. Dualisme dengan BUMDes

    Eliza Mardian (Tempo.co, 12 Maret 2025) mencatat bahwa BUMDes pernah diberi tugas serupa namun tidak optimal. Pemerintah harus memastikan tidak ada tumpang tindih fungsi yang membingungkan desa.

  2. Risiko Utang

    Kontan (11 Maret 2025) memperingatkan bahwa pembiayaan melalui Himbara berpotensi membebani bank BUMN dengan kredit macet jika koperasi gagal menghasilkan keuntungan.

  3. Digitalisasi

    detikNews (11 Maret 2025) menyebutkan bahwa Koperasi Desa Merah Putih akan mendorong digitalisasi untuk meningkatkan daya saing, sebuah langkah yang absen di era KUD.

Di sisi lain, potensinya juga besar. Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) menyatakan siap mendukung dengan pembiayaan dan kolaborasi (Suara Merdeka Jakarta, 12 Maret 2025). Jika sukses, koperasi ini bisa menjadi lokomotif ekonomi desa, sebagaimana diharapkan Ketua DPD RI Sultan B. Najamudin (Olenka, 10 Maret 2025).

Suara dari Desa dan Pemerintah

Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menyambut baik inisiatif ini, meski ada kekhawatiran awal.

Tito Karnavian (ANTARA News, 11 Maret 2025) menegaskan bahwa rapat koordinasi dengan Apdesi bertujuan meluruskan miskomunikasi, dan pemerintah akan mengeluarkan surat edaran untuk memastikan dukungan desa.

Menteri Desa Yandri Susanto (Akurat, 12 Maret 2025) juga mengungkapkan bahwa Instruksi Presiden (Inpres) sedang disiapkan untuk mengatur teknis pelaksanaan.

Jalan Panjang Menuju Sukses

Koperasi Unit Desa dan Koperasi Desa Merah Putih sama-sama lahir dari niat mulia untuk menyejahterakan desa. Namun, sejarah KUD—termasuk temuan investigasi detikwarta.com tentang penyelewengan dana—menunjukkan bahwa niat besar tanpa pengawasan dan tata kelola yang kuat hanya akan berakhir pada kegagalan.

Koperasi Desa Merah Putih, dengan ambisi menjangkau 70.000 desa dan anggaran ratusan triliun, memiliki peluang menjadi game-changer ekonomi pedesaan—jika pemerintah belajar dari masa lalu.

Hingga Maret 2025, persiapan terus digenjot, dari uji coba di 10 desa hingga rencana peluncuran Juli mendatang. Keberhasilan koperasi ini akan bergantung pada transparansi, profesionalisme, dan keterlibatan aktif masyarakat desa.

Seperti kata Budi Arie (beritakota.id, 12 Maret 2025), “Koperasi Desa Merah Putih adalah langkah revolusioner”—tapi revolusi itu hanya akan terwujud jika fondasinya kokoh dan pelaksanaannya terukur.